Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan anak akibat kekurangan gizi kronis dan infeksi berulang, yang ditandai dengan panjang atau tinggi badannya berada di bawah standar yang ditetapkan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang kesehatan
Perpres No. 72 Tahun 2021
Tentang Percepatan Penurunan Stunting
Stunting adalah kondisi gagal tumbuh pada anak balita akibat kekurangan asupan gizi kronis dan infeksi berulang, terutama pada periode 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari janin hingga 23 bulan.
Periode 1.000 HPK dianggap sebagai "periode Emas" untuk pencegahan dan koreksi masalah stunting, dengan menggunakan intervensi gizi spesifik dan sensitif.
Intervensi gizi spesifik bertujuan untuk menangani penyebab langsung masalah stunting, sementara intervensi gizi sensitif fokus pada penyebab tak langsung dari stunting.
Sumber: WHO dan TP2AK (stunting.go.id)
Tim Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (Stunting)
Hasil studi yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan pada tahun 2022 menegaskan bahwa pencegahan stunting jauh lebih efektif dibandingkan dengan pengobatannya.
Untuk memahami lebih lanjut tentang betapa krusialnya pencegahan stunting, mari kita ikuti kisah perjuangan "Maya dan Rafi".
1/8
Di sebuah desa yang terletak di tengah-tengah hamparan sawah yang hijau, hiduplah seorang ibu muda bernama Maya. Ia memiliki seorang buah hati yang baru berusia enam bulan, bernama Rafi. Maya adalah sosok ibu yang penuh kasih sayang, dan dia selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk Rafi.
2/8
Suatu hari, Maya mendengar isu mengenai banyaknya balita stunting dari ibu-ibu lain. 21,6% balita di Indonesia pada tahun 2022 mengalami stunting!
Jumlah yang tidak sedikit bukan?
Maya pun merasa khawatir dan tak ingin buah hatinya mengalami hal tersebut. Ia pun segera melakukan konsultasi dan mengikuti program penyuluhan kesehatan untuk balita yang diselenggarakan di Posyandu.
3/8
Dalam penyuluhan itu, ia mulai memahami betapa pentingnya mengetahui penyebab stunting, dan bagaimana faktor-faktor seperti ketahanan pangan, lingkungan sosial, lingkungan kesehatan, dan lingkungan pemukiman memainkan peran kunci dalam masalah ini.
4/8
Pertama-tama, ketahanan pangan adalah fondasi utama dalam pencegahan stunting. Maya belajar bahwa memberikan Air Susu Ibu (ASI) eksklusif kepada Rafi adalah langkah pertama yang krusial dalam asupan nutrisinya.
5/8
Kemudian, Maya juga menyadari bahwa lingkungan sosialnya, khususnya masalah kemiskinan dan pendidikan, memiliki dampak besar pada stunting. Keuangan yang terbatas membuatnya seringkali kesulitan untuk membeli makanan bergizi dan memenuhi kebutuhan Rafi. Oleh karena itu, Maya memutuskan untuk berjualan demi memperoleh pendapatan tambahan.
Selain itu, pendidikan orang tua juga sangat berpengaruh terhadap pola pengasuhan anak. Maya bersyukur karena dirinya merupakan lulusan SMA yang berarti lebih dari rata-rata penduduk di Indonesia.
6/8
Selanjutnya, Maya memastikan Rafi memiliki akses ke lingkungan kesehatan yang baik. Beruntungnya, di antara 213.670 Posyandu yang ada di Indonesia pada tahun 2022, terdapat satu Posyandu yang berlokasi di dekat tempat tinggal Maya, sehingga memudahkan Maya untuk memeriksa kondisi kesehatan Rafi secara rutin.
Di Posyandu, Rafi diperiksa oleh 5 kader posyandu, mulai dari penimbangan, pengukuran, hingga pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS). Ini dilakukan untuk membantu menjaga gizi dan memastikan pertumbuhannya optimal.
Karena terdapat 5 kader dalam 1 posyandu, Maya tidak harus mengantre panjang seperti di posyandu lain yang hanya terdapat 2-3 kader.
7/8
Terakhir, Maya memperhatikan lingkungan pemukiman mereka. Dia memastikan bahwa rumah mereka termasuk hunian yang layak, terutama akses sanitasi yang baik, seperti toilet yang bersih dan fasilitas air bersih. Dengan demikian, dia mengurangi risiko Rafi terpapar penyakit dan infeksi yang dapat menghambat pertumbuhannya.
Sebuah rumah dianggap layak huni jika memenuhi kriteria berikut
8/8
Melalui perjalanan ini, Maya menyadari bahwa memahami akar penyebab stunting merupakan tahap awal yang sangat krusial dalam pencegahan masalah ini. Dengan tekad yang kuat, Maya dan ibu-ibu lain di desa bekerja keras untuk memastikan bahwa setiap anak mendapatkan kesempatan untuk tumbuh dengan sehat dan berkembang optimal, sehingga mereka dapat menjadi generasi yang kuat, sehat, dan memiliki kesempatan untuk mengejar cita-cita mereka.
Lalu.. Bagaimana dengan kondisi stunting di daerah lainnya?
Menurut Asian Development Bank
Masalah stunting menjadi sangat serius karena terkait dengan kemampuan kognitif anak, perkembangan psikososial, perilaku sosial, dan status obesitas mereka.
Ketika mencapai usia dewasa, stunting juga mengakibatkan penurunan perkembangan manusia dan produktivitas ekonomi.
Dengan kata lain, dampak stunting terasa tidak hanya pada tahap awal pertumbuhan, tetapi juga berlanjut hingga masa dewasa (Paramashanti et al., 2016).
Stunting pada balita dapat mengakibatkan penurunan tingkat Intelligence Quotient (IQ). Anak-anak yang mengalami stunting akibat kurang gizi memiliki nilai rata-rata IQ yang lebih rendah sebanyak 11 poin dibandingkan dengan anak-anak yang memiliki pertumbuhan normal (UNICEF, 2005).
Perkembangan kognitif pada kanak-kanak juga identik dengan perkembangan kemampuan bahasa yang bekembang sangat cepat pada periode 6-23 bulan (Hartanto, Selina, H, & Fitra, 2016); Berbeda dengan anak dengan kondisi stunting, penelitian (Hanani, 2016) menyebutkan bahwa pencapaian tugas perkembangan sosial, bahasa dan motorik pada kelompok anak balita stunted lebih rendah dibandingkan anak balita normal.
Stunting juga meningkatkan potensi risiko terkena obesitas dan penyakit degeneratif. Apabila kondisi overweight dan obesitas dibiarkan berlanjut dalam jangka waktu yang lama, risiko terkena penyakit degeneratif dapat meningkat secara signifikan (Anugraheni, 2012).
”Sekitar 2-3 persen produk domestik bruto hilang per tahun akibat stunting. Dengan jumlah PDB ADHB Indonesia tahun 2020 sekitar Rp 15.000 triliun, potensi kerugian akibat stunting mencapai Rp 450 triliun per tahun,” -- Wakil Presiden Ma’ruf Amin dalam Rapat Kerja Nasional Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Tahun 2022, Selasa (22/2/2022).
Terlebih lagi, sesuai dengan laporan "World Bank Investing in Early Years Brief 2016" stunting dapat mengakibatkan penurunan produktivitas tenaga kerja, menyebabkan pengurangan pendapatan pekerja dewasa hingga sebesar 20%. Stunting juga memperburuk kesenjangan yang menyebabkan penurunan total pendapatan seumur hidup sebesar 10% dan menimbulkan kesenjangan antargenerasi
Salah satu upaya pemerintah dalam mencegah stunting adalah melalui pelibatan aktif kader Posyandu dalam kampanye pencegahan stunting berupa pemberian pelatihan dan dukungan yang memadai untuk meningkatkan pemantauan pertumbuhan anak-anak dan memberikan edukasi gizi kepada ibu-ibu di tingkat komunitas.
Berikut testimoni salah seorang kader posyandu di Kota Bekasi
Melalui kader Posyandu, pemerintah memperkuat pendekatan pencegahan stunting dengan menciptakan sumber daya lokal yang efektif dalam memantau dan mendukung kesehatan anak-anak serta memberikan perawatan yang diperlukan untuk mencegah stunting.
Pemerintah Republik Indonesia telah menunjukkan komitmen yang kuat dalam upaya mencegah stunting, sebuah masalah serius yang dapat memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak-anak.
Hal ini tercermin dalam penyertaan stunting sebagai salah satu Daftar Proyek Prioritas Strategis (Major Project) dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Dalam RPJMN ini, pemerintah telah menetapkan target ambisius untuk mengurangi prevalensi stunting menjadi 14% pada tahun 2024. Upaya ini menjadi prioritas dalam agenda pembangunan nasional sebagai langkah penting untuk memastikan anak-anak Indonesia tumbuh dengan sehat.
Selain itu, intervensi pemerintah difokuskan pada periode "1000 hari emas," yang mencakup usia 9 bulan dalam kandungan hingga dua tahun pertama kehidupan anak. Masa ini dianggap sebagai periode kritis yang memiliki dampak signifikan pada perkembangan anak.
Dalam konteks ini, program-program gizi dan kesehatan telah ditingkatkan untuk memastikan bahwa ibu hamil dan balita menerima perawatan yang tepat dan nutrisi yang cukup.
Berdasarkan data dari World Bank, sekitar 54% dari orang Indonesia yang berusia produktif adalah mantan stunting, sehingga menekankan urgensi intervensi pada periode awal kehidupan.
Selain itu, hasil studi Kementerian Kesehatan pada tahun 2022 telah menunjukkan bahwa pencegahan stunting jauh lebih efektif daripada pengobatan stunting. Oleh karena itu, pemerintah telah berfokus pada upaya pencegahan yang melibatkan promosi gizi, pemberian ASI eksklusif, penyuluhan kepada masyarakat, serta program pemberian makanan tambahan kepada balita yang berisiko stunting.
Upaya konkrit dalam menurunkan angka stunting telah diimplementasikan, termasuk peningkatan akses ke pelayanan kesehatan ibu dan anak, promosi praktik pemberian ASI eksklusif, penyuluhan gizi kepada masyarakat, serta program pemberian makanan tambahan kepada balita yang berisiko stunting. Semua ini adalah bagian dari strategi pemerintah untuk menciptakan generasi muda yang lebih sehat, cerdas, dan berpotensi, yang akan memberikan kontribusi positif bagi masa depan Indonesia.